BENDERRAnews, 24/10/18 (Bandung): Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kalim mengambil sikap tegas terkait adanya pihak tertentu yang bermasalah hukum sehubungan dengan proses perizinan proyek properti Meikarta di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Melalui akun twitter-nya, Kang Emil, demikian sapaan akrabnya, menyatakan, pembatasan atau pun penghentian (sementara) proyek harus melalui proses yang adil dan proporsional.
Kang Emil lalu mengambil contoh kasus reklamasi Jakarta. “Urusan membatasi sebuah proyek bvermasalah harus melalui proses yang adil dan proporsional,” tandasnya.
Seperti yang terjadi di Jakarta, menurutnya, ternyata tidak semua dihentikan. “Pastilah, karena Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta sudah dengan pertimbangan aspek hukum yang memadai dan adil,” ujarnya, seperti dilansir Warta Kota, edisi Selasa (23/10/18) kemarin.
Sebagaimana diberitakan berbagai media, pekan silam, pasca-penetapan Bupati Bekasi, Neneng Hassanah Yasin, sebagai tersangka dugaan kasus suap perizinan proyek Meikarta, juga beberapa pejabat dan staf di lingkup Pemkab Bekasi, Jabar, pekan silam, muncul banyak respons, termasuk dari pejabat berkompeten ihwal perkara proses perizinan ini.
Perizinan Meikarta sudah tepat
Sebelumnya, ada pernyataan Menteri Agraria dan Tata Ruang, Sofyan Djalil, dengan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil mengenai izin pembanganan Meikarta, yang dinilai senada serta selaras, alias ‘idem’.
Sesudah Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR), Sofyan Djalil, yang menegaskan izin lahan proyek Meikarta sebetulnya tidak ada masalah, karena sudah mengantongi izin resmi luas lahan seluas 84,6 hektar dan sisanya masih dalam proses, kini giliran Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, menanggapi operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberanyasan Korupsi (KPK) atas beberapa pejabat plus empat staf Meikarta.
Ridwan Kamil pun menyatakan, perizinan proyek Meikarta sudah tepat. Kang Emil, mengungkapkan hal tersebut dalam ‘posting’-an terbaru di akun instagramnya @ridwankamil, kemarin.
@ridwankamil menulis, perijinan (Tata ruang, Amdal, IMB dll) Meikarta adalah wewenang Pemkab Bekasi.
Wewenang Pemprov, menurut @ridwankamil, yakni memberi rekomendasi tata ruang yang diajukan Pemkab Bekasi.
Rekomendasi, tulis@ridwankamil, hanya untuk pertimbangan terkait peruntukan tanah. Dari 500 Ha yang direncanakan dan 143 Ha yang diajukan Pemkab, Pemprov Jabar di zaman gubernur terdahulu, sudah mengeluarkan rekomendasi untuk seluas 85 Ha.
“Dari kajian, sementara ini tidak ada masalah administrasi dalam pengajuan 85 Ha”.
“Jika ada masalah suap menyuap pada ijin-ijin lanjutannya (IMB/AMDAL), maka itu adalah aspek pidana, sehingga Pemprov mendorong agar KPK menegakkan hukum dengan tegas dan adil”. Demikian ‘wartakota.tribunnews.com’, Senin (22/10/18).
Perizinannya sudah sah
Sebelumnya, Menyeri Sofyan Djalil mengatakan, izin lahan proyek Meikarta sebetulnya sudah tidak ada masalah.
“Meikarta sudah mengantongi izin resmi luas lahan seluas 84,6 hektar dan sisanya masih dalam proses”, katanya seperti dilansir ‘merdeka.com’.
Sofyan Djalil juga menegaskan, semua (izin) sudah selesai, jadi tidak ada masalah.
“Meikarta kan tidak ada masalah, waktu itu Dirjen Tata Ruang, Dirjen Pengendalian menyampaikan surat kepada bupati (Bekasi) bahwa yang sudah selesai dan sesuai tata ruang itu adalah 84 hektare. Dan itu supaya diselesaikan sesuai peraturan perizinan yang berlaku. Jadi, itu surat kita sudah dilaksanakan,” kata Sofyan saat ditemui di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (19/10/18) lalu.
Meski demikian, Sofyan mengaku tidak mengetahui persis berapa sisa luas lahan Meikarta yang masih harus diproses, untuk mendapatkan kelengkapan izin resmi. “Belum tahu. (Tapi) kita sudah tahu kalau mereka sudah mengajukan (permohonan izin-izin itu),” ujarnya.
Berbelitnya perizinan sumber masalah
Beberapa praktisi bisnis properti, pelaku usaha, advokat dan kalangan birokrat memang menilai, proses perizinan properti di Indonesia sangat berbelit, panjang serta lama mengurusnya. Sementara pengusaha harus cepat mengalokasikan dana investasinya, agar tidak terus dimakan bunga serta merugikan.
Mereka sepakat dengan kehendak Presiden Joko Widodo, agar penting sekali menyederhanakan perizinan, jangka waktu penuntasannya dan agar investasi segera beri manfaat kepada perluasan lapangan kerja, pemenuhan infrastruktur termasuk perumahan yang kini kita masih kekurangan 11 juta unit hunian untuk rakyat.
Presiden Jokowi bahkan meminta, lamanya setiap proses perizinan sebisanua tiga hingga empat hari daja, mencontohi pengalaman di negata-negara tertentu di Asia Tenggara.
Akibat lamanya (terkadang tahunan) dan banyaknya dokumen perizinan (bisa lewati puluhan meja di belasan instansi), sering menjebak para pihak pada penyimpangan yang tidak perlu.
Bandingkan saja, proses perizinan di bebetapa negara tetangga seperti Thailand, Malaysia, Vietnam, tidak menghitung mingguan, mungkin cuma beberapa hari. Demikian opini mereka, di antaranya advokat Widy Syailendra dan praktisi bisnis properti, Dadiet Waspodo, Senin (22/10/18) yang dihubungi terpisah di Jakarta. (B-WK/TN/MC/jr — foto ilustrasi istimewa)



