7.2 C
New York
Tuesday, October 28, 2025

Buy now

spot_img

Wacana !!! Usulan kaji ulang Pilkada langsung perlu dengar masukan publik, GPPMP gelar diskusi Pemilu bermartabat

BENDERRAnews, 16/11/18 (Jakarta): Adanya wacana publik mengenai sistem pemilihan kepala daerah di Indonesia perlu dikaji lagi, seyogianya hal ini dilakukan secara komprehensif. Masukan dari publik sepatutnya turut didengarkan.

Demikian dikemukakan politisi Partai Demokrat (PD) Herman Khaeron saat dihubungi, Jumat (16/11/18).

Kini memang makin banyak saja aspirasi yang menghendaki adanya penyerdahanaan Pilkada atau Pemilu serentak di Indonesia, karena dinilai terlalu mahal serta sangat beresiko timbulkan berbagai masalah (hukum).

Sesudah DPP Persatuan Alumni (PA) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) lewat Ketua Dewan Pakar-nya, Theo L Sambuaga melontarkan hal ini pada sebuah forum seminar organisasi tersebut, muncul lagi rencana gelaran Diskusi Publik (dalam rangkaian Rakernas, Red) oleh DPP Generasi Penerus Perjuangan Merah Putih 14 Februari 1946 (GPPMP) untuk maksud yang sama.

Gelaran GPPMP ini direncanakan berlangsung di Surabaya, 12-13 Desember 2018, dengan tajuk “Pemilu Bermartabat & Pemilih Berdaulat Melahirkan Pemimpin Negarawan Menuju Negara Semakin Kuat”, dimana salah satu ‘point’ bahasan, yakni tentang wacana penyederhanaan Pemilu langsung tersebut, khususnya di level Pilkada.

Kedua Ormas nasional (DPP PA GMNI dan DPP GPPMP) ini secara terpisah mengangkat sebuah usulan konkret, sebaiknya cukup Pemlu Presiden (Pilpres) dan Pemilu Gubuernur (Pilgub) saja yang dilakukan langsung serta serentak.

Sementara Pemilu Bupati (Pilbup) dan Pemilu Walikota (Pilwako) atau Pemilu Kepala Daerah (Pilkada), cukup dilakukan lewat lembaga DPRD setempat.

Ternyata, hal ini juga telah menjadi salah satu fokus sorotan kritis dari Ketua DPR RI, Bambang Soesatyo. Ia menyatakan, Pilkada langsung itu perlu dikaji ulang.

Terkait itu, Bambang Soesatyo diundang sebagai salah satu Nara Sumber (Narsum) utama pada Diskusi Oublik GPPMP tersebut, bersama unsur pimpinan MPR RI, pimpinan DPD RI, serta Dirjen Otonomi Daerah (Otda), juga beberapa Narsum kredibel lainnya, termasuk Theo L Sambuaga, Prof Gayus Lumbuun dan unsur penggiat Pemilu, Jeirry Sumampouw serta Karyono Wibowo.

DPP GPPMP menggelar perhelatan itu di Surabaya, Jawa Timur, yang juga mengundang sejumlah pakar dan gubernur serta bupati/walikota.

Dulu dilakukan di DPRD

Herman Khaeoon lanjut menjelaskan, Indonesia pernah menerapkan Pilkada melalui DPRD dan langsung oleh rakyat. Berikutnya, kata Herman, Pilkada Serentak digelar tiga tahap yakni pada 2015, 2017, dan 2018.

“Dulu era Orde Baru pilkada dilakukan di DPRD, lalu ada Pilkada langsung serta Pilkada langsung serentak. Dari ketiga studi kasus ini mana yang tentu lebih baik harus didiskusikan, meminta pandangan publik,” ujar Herman seperti dilansir Suara Pembaruan.

Pembahasan mendalam, menurutnya, menjadi keniscayaan. Tujuannya agar tak ada pihak yang dipojokkan, karena seolah-olah tidak pro-terhadap semangat reformasi dan demokrasi.

“Pandangan saya lebih baik kita mengkaji secara mendalam. Bagaimana Pilkada langsung yang serentak dan tidak serentak. Bagaimana Pilkada dipilih DPRD,” ungkapnya.

Herman menuturkan, DPR bersama Pemerintah pernah mendiskusikan sistem Pilkada ketika penyusunan regulasi pilkada pada 2014.

“Disepakati Pilkada langsung. Dulu dituding Demokrat yang mundur (menolak Pilkada langsung). Tentu kalau memang ada wacana dari Mas Bambang Soesatyo (Ketua DPR, Red) agar Pilkada langsung dikaji kembali ya silakan,” kata Wakil Ketua Komisi II DPR tersebut.

Ia menambahkan, dahulu usulan Pilkada tak langsung disebabkan karena berbagai faktor. Misalnya mengenai inefisiensi Pilkada langsung serta politik biaya tinggi yang berimplikasi persoalan hukum kepada sejumlah kepala daerah.

“Bagi saya ini perlu didalami. Butuh keputusan fraksi-fraksi secara kolektif. Di Komisi II belum ada pembicaraan sama sekali. Fraksi PD juga tentu belum bisa bersikap,” tambahnya.

Malah dan timbulkan gesekan

Bamsoet, demikian panggilan populer Ketua DPR RI, sebelumnya, mengungkapkan, pihaknya berencana meninjau kembali Pilkada langsung dan Pemilu serentak. Langkah ini dimaksudkan untuk menjaga kualitas Pemilu, mengurangi konflik horizontal, dan politik biaya tinggi.

“Pilkada langsung terlalu mahal dan acap menimbulkan gesekan di masyarakat,” kata Ketua DPR RI yang juga Politisi Partai Golkar ini, dalam dialog dengan mahasiswa dan masyarakat Indonesia di KBRI Selandia Baru, di Wellington, Sabtu (10/11/18) lalu.

Untuk itu, UU Pemilu akan direvisi agar Pemilu benar-benar menjadi pesta demokrasi yang murah dan memberikan hasil yang bermanfaat bagi masa depan bangsa dan negara.

Bambang mengakui Pilkada langsung sudah banyak memicu masalah akibat besarnya biaya. Sedangkan pemilu serentak membingungkan pemilih. Pada Pemilu serentak April 2019, rakyat harus mencoblos di lima kertas suara, yakni lembaran pemilihan presiden (Pilpres), serta lembaran pemilihan calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.

“Kalau lembaran Pilpres masih lumayan, hurufnya besar. Tapi empat kertas suara lainnya kecil-kecil, dan bisa membingungkan,” ujar Bamsoet, seperti dilansir ‘Suara Pembaruan’.

Sementara itu, anggota Komisi III DPR, Akbar Faisal berpendapat, persoalan pokok bukan di pemilih melainkan partai politik (Parpol).

“Jika kualitas Parpol masih seperti sekarang, pemilu tetap sulit memberikan hasil yang diharapkan,” demikian Akbar Faisal. (B-SP/BS/jr)

Related Articles

Stay Connected

0FansLike
0FollowersFollow
0SubscribersSubscribe
- Advertisement -spot_img

Latest Articles