BENDERRAnews, 17/1/19 (Jakarta): Konyungktur dan fluktuasi pergerakan mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat pada tahun ini diprediksi bisa mengalami penguatan. Bahkan mata uang rupiah ditaksir bisa menguat hingga ke level Rp13.000 per dolar.
“Hopefully bisa Rp13.000 per USD-an ya,” kata CEO PT Schroders Investment Management Indonesia, Michael Tjandra Tjoajadi di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta, Kamis (17/1/19).
Ia menambahkan, kondisi di Amerika Serikat (AS) akan memengaruhi gerak Rupiah sepanjang tahun ini. Dengan ekonomi AS yang diprediksi mengalami perlambatan, membuat dolar AS melemah, mata uang negara lain berpeluang menguat.
Meski begitu, Michael menyebut tetap ada tantangan lain yang dihadapi oleh rupiah tahun ini. Walaupun dirinya meyakini tekanan terhadap rupiah akan lebih rendah jika dibandingkan dengan tekanan yang ada tahun lalu.
“Kita lihat bagaimana tahun lalu Rupiah sempat Rp15.000 per USD, kemudian menguat sedikit lebih Rp14.000 per USD lagi, apakah akan terus menguat terus turun? Again, dia akan fluktuasi. Lihat Brexit memengaruhi, data perekonomian, geopolitik tapi enggak selama tahun lalu,” jelasnya meyakinkan.
Faktor Brexit
Sementara itu, nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan Kamis pagi ini tertekan dibandingkan dengan hari sebelumnya di posisi Rp14.127 per USD.
Sedikit banyak, ini dipengaruhi oleh isu Brexit di Erpa.
Namun meski melemah, sejumlah katalis positif diharapkan terus berdatangan yang salah satunya masih derasnya arus modal yang masuk ke Tanah Air.
Mengutip Bloomberg, nilai tukar Rupiah pada perdagangan pagi memang melemah ke Rp14.134 per USD. Day range nilai tukar Rupiah berada di kisaran Rp14.132 hingga Rp14.134 per USD dengan year to date return di 1,78 persen.
Sedangkan menurut Yahoo Finance, nilai tukar Rupiah berada di posisi Rp13.921 per USD. Demikian medcom.id melansir. (B-MI/jr)



