BENDERRAnews, 2/4/19 (Batam): Sebaiknya pemerintah tidak mengubah status Batam dari Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Free Trade Zone) menjadi Kawasan Ekonomi Khusus.
Demikian permintaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Provinsi Kepulauan Riau.
“Pengusaha masih menilai Free Trade Zone (FTZ) terbaik bagi kami,” kata Ketua Apindo Kepri, Cahya dalam kata sambutan pembukaan Rakerkornas Apindo di Kota Batam, Kepulauan Riau, Selasa (2/4/19).
Ia menyatakan, hingga kini status Batam masih belum ada kepastian, semenjak pemerintah menyatakan akan menetapkan KEK di sana, tiga tahun lalu.
Disebut Cahya, dari 11 daerah KEK di seluruh Indonesia, tidak ada yang berhasil.
“Kami tidak ingin Batam menjadi KEK ke-12 dan bernasib yang sama,” katanya, seperti dilansir ANTARA dan dikutip BeritaSatu.com.
Keresahan pengusaha
Dalam kesempatan itu, Cahya menyampaikan keresahan pengusaha yang merasa perubahan kebijakan memgenai status Batam di setiap pergantian Presiden.
“Dan ada satu image, setiap kali ganti presiden, ganti status Batam,” kata dia.
Itu terjadi sejak zaman Megawati Soekarno Putri sebagai Presiden RI ke-5, hingga kini.
Di tempat yang sama, Ketua Umum Apindo, Hariyadi Budi Santoso Sukamdani mengatakan, Rakerkornas sengaja dilaksanakan di Kota Batam sesuai dengan kesepakatan para pengurus, tahun lalu.
Rakerkornas Apindo tahun ini mengangkat tema “Meningkatkan Daya Saing melalui Reformasi Ketenagakerjaan dan Output Produksi Nasional”.
“Kami melihat permasalahan yang ada, ekonomi dimulai dari penyerapan tenaga kerja yang tidak optimal sejak UU Nomor 13 tahun 2003 diberlakukan,” ungkapnya.
Rakerkornas di Batam dibuka oleh Wakil President Jusuf Kalla.
Tabrak undang-undang
Sebelumnya, dalam sebuah iven, Ketua DPR RI Bambang Soesatyo alias Bamsoet mengingatkan, agar wacsna mengubah status Bitung, apalagi mengganti pengelolanya, harus mempertimbangkan undang-undang.
Pasalnya, demikian Bamsoet, eksistensi Batam sebagai FTZ saat ini didukung sejumlah undang-undang.
“Karena itu, kita harus mempertimbangkan semua itu, jangan sampai menabrak undang-undang,” katanua lagi.
Bamsoet juga mengingatkan, Batam butuh kepastian, agar investasi di sana tidak mubazir, apalagi bila investor asing hengkang, karena betagam aturan yang terus berubah.
Ia berharap, agar iklim kondusif agar investasi di Batsm nyaman, patut dikawal, malah semakin dibangun.
Mencari solusi
Kota Batam merupakan salah satu kawasan strategis di Indonesia. Berjarak hanya 20 km dari Sinapura, Batam dianggap bisa menandingi Singapura sebagai bagian rantai produksi dan logistik global serta jadi pusat ekonomi ASEAN.

Perngamat Ekonomi ‘Habibie Center’, Umar Juoro (Foto: BeritaSatu.com)
Sayangnya, saat ini Batam tengah menghadapi masalah pelik dengan adanya dualisme kepemimpinan antara Pemkot Batam dengan Badan Pengusahaan Batam. Hal ini dianggap menjadi dampak yang buruk bagi perkembangan investasi di kota tersebut.

Anggota Ombudsman, Laode Ida (Foto: BeritaSatu.com)
Demi mendapat jawaban atas kepelikan permasalahan tersebut, INDEF menggelar Diskusi Publik bertema “Menakar Masa Depan Batam Pasca Pengalihan BP Batam”, di Jakarta, Rabu (19/12/18) lalu.

Direktur Eksekutif INDEF, Enny Hartati (Foto:BeritaSatu.com)
Berbagai pembicara yang dianggap kompeten untuk menjawab permasalahan ini dihadirkan pada acara yang diikuti banyak kalangan jurnalis ini.

Ketua Dewan Pakar Kadin Batam, Ampunan Situmeang (Foto:BeritaSatu.com)
Salah satu butir simpulan diskusi tersebut, ialah, dualisme kepemimpinan Kota Batam membuat investor enggan datang berinvestasi lagi. (B-ANT/BS/jr)



