BENDERRAnews, 1/3/19 (Jakarta): Sesungguhnya, keterlibatan anak usaha Lippo Group melalui PT Lippo Cikarang Tbk dalam pembangunan rumah murah bagi masyarakat berpenghasilan rendah alias MBR dinilai membantu dalam program sejuta rumah yang di gagas pemerintah.
“Peran PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK) dalam pembangunan rumah murah sangat bermanfaat bagi masyarakat, meski margin di bisnis ini kecil, sehinga tidak menarik bagi lebih banyak pengembang,” kata pengamat properti, F Rach Suherman di Jakarta, dua pekan silam.
Disebutnya, Lippo sebagai perusahaan properti dinilai tetap kuat dalam pengembangan bisnisnya. Apalagi, Lippo merupakan pioner dalam memperoleh dana murah guna pengembangan bisnis propetinya melalui REIT, sehingga leluasa melakukan ekspansi.
Masalahnya, tekanan publik saat ini perlu dikelola dengan komunikasi pemasaran yang tidak biasa. “Mereka sedang mengalami musim gugur tetapi ada musim lain yang akan mampu dilalui,” ujar Suherman seperti dilansir BeritaSatu.com.
Tak diragukan lagi
Rach Suherman memaparkan, pengalaman Lippo dalam pengembangan kota mandiri, sudah tidak bisa diragukan lagi.
Oleh karena itu, pembangunan kota mandiri tidak bisa mundur. Meski beberpa kompetitornya, seperti BSD tidak impresif menciptakan itu sejak dicanangkan pertama kali di tahun 1980-an, tetapi enclave pemukiman, bisnis, pendidikan dan rekreasi telah mengurai gaya megapolitan menjadi cukup tersebar.
Sebagaimana diketahui, kota mandiri merupakan konsekuensi dari kemajuan kota-kota besar Indonesia yang harus didorong, tetapi seyogyanya tidak mengorbankan lahan produktif.
Caranya, pemerintah mendorong perizinan yg berpihak kepada membangun vertikal melalui KLB yang besar (10-17), KDB yang terukur (40-50 persen) dan parameter yang lebih progresif untuk optimalisasi lahan.
‘Rebound’ pasca-Pilpres
Tahun ini, menurut F Rach Suherman, bisnis properti akan terjadi rebound pasca-Pilpres April 2019.
Namun demikian, tidak akan panjang, karena tahun 2021 cenderung mengalami tekanan lagi, karena banyak faktor mulai dari suku bunga hingga deregulasi perizinan yang mandeg.
Selain itu, tahun ini hingga tahun 2021 akan ditandai dengan jenis-jenis properti yang uptrend (lowrise apartment, permintaan 3-4 kamar, logistic park/gudang mini dan co-working space/virtual office di luar CBD), dan downtrend (townhouse di Jabodetabek, kondotel, office grade C).
Selanjutnya, kaum milenial belum akan menikmati insentif pasar, sehingga masih akan jadi penonton lagi.
Daya beli yang masih rendah dan prioritas belanja yang belum ingin beli rumah, tidak akan membuat developer menyasar secara spesifik pangsa ini.
Kesenjangan backlog perumahan
Karena itu, dia menilai, pasar optimistis tumbuh tetapi tidak inpresif atau pertumbuhannya melandai, seperti masa tahun 2010-2013 lalu.
Sementara itu, anggota Komisi V DPR, Yoseph Umarhadi mengatakan, pembangunan rumah murah bagi masyarakat berpenghasilan rendah tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah. Tetapi juga swasta.
Pasalnya, pembangunan rumah murah tidak hanya berbicara bisnis semata tetapi juga nilai tanggung jawab sosial perusahaan.
“Rumah murah bagi MBR jadi tanggung jawab juga pengembang agar kesenjangan backlog perumahan bisa tekan,” ujar Yoseph Umarhadi.
Pihak Lippo Group melalui LPCK bukan hanya menyadari hal itu, tetapi telah mengimplementasikannya di berbagai lokasi, terutama di lingkup Cikarang, khususnya pula di kawasan Kota Meikarta. (B-BS/jr)



