Kisah !!! Menyimak deretan politisi unggul berdarah Desa Kolongan: Eric Samola, Theo Sambuaga hingga Olly Dondokambey“

BENDERRA, 28/4/17 (Manado): Tanah Minahasa Raya punya banyak desa dengan beragam predikat yang kental terkait kultur serta potensi hebat di berbagai bidang.

Misalnya saja, Desa Kanonang, di Kecamantan Kawangkoan, Kabupaten Minahasa. Ini dia desa yang dulu dikenal sebagai ‘gudangnya guru’, tapi kemudian melahirkan sejumlah jenderal hebat, terutama di lingkup TNI Angkatan Laut. Siapa yang tak kenal Alm Laksamana TNI Pur Rudolf Kasenda, lalu Laksamana TNI Pur Bernard Kent Sondakh (jenderal-jenderal penuh) yang menjadi pimpinan tertinggi TNI-AL, yakni Kepala Staf TNI Angkatan Laut. Lalu, di dunia pendidikan masih ada Prof Ir Lucky Winston Lefrand Sondakh, MEc, PhD (pernah jadi Rektor Universitas Sam Ratulangi, Unsrat), dan kakaknya Prof Drs Jouke Adolf Sondakh sempat jadi Ketua DPRD Provinsi Sulut, tiga periode sebagai anggota DPR RI dan MPR RI, kemudian Gubernur Provinsi Sulawesi Utara.

Nun jauh di Selatan Tanah Minahasa Raya, ada Desa Wuwuk, Kecamatan Tareran, Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel). Desa ini dari dulu dijuluki sebagai ‘desa sarjana’, sama dengan gelar yang ‘dianugerahkan’ kepada Desa Tandengan, Kecamatan Eris, Kabupaten Minahasa.

Dan masih banyak lagi desa dengan identitas kultural yang melekat, seperti Pulutan sebagai ‘desa jual-jual tanah air’ (gudangnya produk tembikar atau beragam wadah dari tanah liat, Red), lalu Leilem dan Touliang Oki (desa mebel), Sonder dan Kiawa (dulu disebut ‘desa pasar ron’, karena adanya pedagang yang menjajakan barang dan melakukan barter keliling Minahasa, Red), Kinali (‘desa blante’ atau ‘trading’ tradisional), dan seterusnya.

Nah kini, ada sebuah desa yang mulai identik sebagai salah satu ‘gudangnya’ politisi unggul.

Olly Dondokambey, merupakan sosok politisi karier, yang kini jadi orang nomor satu di Provinsi Sulawesi Utara. Dia memulai merajut cita dan asanya dari desa. Tepatnya desa Kolongan, di Kabupaten Minahasa Utara. Sebuah desa yang telah mencetak tokoh-tokoh politik unggul, semisal Eric Samola (terakhir menjadi Bendahara DPP Golongan Karya), Theo L Sambuaga (kini Wakil Ketua Dewan Pembina DPP Partai Golkar dan pernah menjabat sejumlah jabatan menteri maupun pimpinan di DPR RI), juga ‘last but not least’, Oom Frits Sumampouw (mantan Bupati Minahasa yang kemudian banting stir jadi politisi dengan posisi Ketua DPD Golkar Sulut hingga Ketua DPRD Sulut).

Ada yang menarik dari kisah perjalanan politisi senior PDI Perjuangan ini.

Syahdan !!! Pemuda desa itu sedikit terhentak. “Te’leh, basadia bae-bae ngana, kita lia ngana suka di politik,” kalimat dengan aksen Tounsea itu disampaikan almarhum Eric Samola, kepada Olly Dondokambey, 25 tahun silam di sebuah pertemuan di Desa Kolongan. (Alm Eric juga merupakan pebisnis papan atas dan bertangan dingin dalam memanaj bisnis media, semisal Majalah Tempo, juga ‘melahirkan’ kembali ‘Jawa Pos Group’ yang kini beranak-pinak di berbagai daerah, termasuk ‘Cahaya Siang’ di Manado, lalu Manado Post, Red).

Kala itu, Olly muda baru saja memasuki belantara politik. Dari Kolongan ini, si bungsu dari 10 bersaudara itu kemudian memberanikan diri melangkah menembus pentas politik di Manado, Sulawesi Utara, hingga menaklukkan Jakarta. Dia memilih haluan politik nasionalis dengan bergabung di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). (Konon ayahnya atau kakeknya juga merupakan seorang tokoh nasionalis dan bergabung dengan Partai Nasional Indonesia/PNI-nya Bung Karno, Red).

“Saya ingat sekali, almarhum Om Eric Samola menepuk pundak saya ketika itu. Saya termotivasi oleh ucapan Om Eric: “te’leh basadia bae-bae ngana,” ucap Olly Dondokambey dalam sebuah wawancara beberapa hari setelah dia melepas jabatannya sebagai Ketua Fraksi PDI-P di DPR-RI, beberapa waktu lalu.

Dia juga mengaku, Desa Kolongan menjadi titik awal dia menjalani karir politiknya yang penuh liku dan tantangan.

Dari desa Kolongan, kala itu, memang ada sederet nama politisi berpengaruh yang dikenal luas di Sulawesi Utara, bahkan di pentas nasional.

Mereka antara lain, tokoh politik fenomenal Frits Sumampouw, politisi dan pengusaha Eric Samola, dan aktivis Malari sekaligus politisi tiga jaman, Theo Sambuaga. (Theo bahkan pernah terpilih menjadi Presiden Komisi Politik dan Perlucutan Senjata di Parlemen Se-Dunia, ‘Inter-parliamentary Union/IPU, setelah menjabat Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen/BKSAP serta Ketua Komisi I DPR RI beberapa periode, Red).

“Para politisi senior asal Kolongan itu memberi inspirasi kepada anak-anak muda Kolongan, termasuk saya,” tutur Olly.

Kepada Reporter ‘Manado Post’ yang mewawancarainya, Olly mengatakan, memang dia tidak mendapat bimbingan politik  langsung dari ketiga politisi sekampung dengannya itu. “Tetapi kehadiran mereka menjadi cermin dan motivasi”, ujarnya.

Saksi TPS

Mulai mengenal dunia politik ketika dia berusia 20 tahun, “Waktu itu, tahun 1982, saya jadi saksi di TPS untuk Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Disitulah saya mulai mengenal politik,” kenangnya.

Menjadi saksi di TPS pada era orde baru menjadi olok-olokan banyak orang, tetapi dia tak peduli. Kemudian, bersama rekan-rekan lainnya, Olly berpindah di PDI Perjuangan dengan semangat “Pro Mega”.

Olly Dondokambey kemudian mengayunkan langkah politiknya dengan menjadi Wakil Bendahara DPC PDI Perjuangan Kota Manado yang ketika itu berada di bawah tekanan politik rezim orde baru.

Selanjutnya, Olly terpilih menjadi Wakil Bendahara DPD PDI Perjuangan Sulawesi Utara yang dinahkodai Freddy Sualang. “Pak Freddy Sualang adalah salah satu guru politik saya,” ujar Olly. (Alm Freddy sempat menjadi Wakil Ketua DPRD Sulut, lalu Wakil Gubernur Sulut dua periode, Red).

Tiada akses

Sesudah itu, Olly memberanikan diri menembus Jakarta, walau hanya berbekal catatan sebagai kader PDI Perjuangan Sulawesi Utara. “Saya tidak punya ‘lobby’. Di Jakarta saya belum punya akses politik apa-apa. Saya hanya membawa cita-cita dan keyakinan,” tuturnya mengenang awal perjalanannya memasuki rimba politik nasional.

Seperti ketika masih di Desa Kolongan, di Jakarta Olly banyak mendengar dan mencermati praktik-praktik politik yang terjadi, terutama pertentangan rezim orde baru dengan kelompok pro perubahan.

Olly tetap konsisten di jalur politik nasionalis kebangsaan bersama PDI Perjuangan. Sendiri dia membangun akses politik melalui pengabdiannya di sebuah koperasi yang berafiliasi dengan PDI Perjuangan.

Berkat kegigihan dan ketekunannya, pada tahun-tahun peralihan rezim (1997-1998) Olly telah memiliki cukup akses dan komunikasi politik dengan beberapa elit politik PDI Perjuangan.

Akhir tahun 1990-an dia sudah beberapa kali mendapat kesempatan bertemu Megawati Soekarnoputeri serta beberapa tokoh senior DPP PDI Perjuangan.  “Membangun akses politik, semua berlangsung natural,” tuturnya.

Yang pertama

Seiring jalannya waktu, tahun 2004 Olly memberanikan diri melakukan komunikasi politik untuk maju menjadi calon anggota DPR RI daerah pemilihan Sulawesi Utara. Dan dia berhasil menjadi orang pertama asal Sulawesi Utara yang duduk di DPR RI dari PDI Perjuangan.

Konsistensi dan loyalitasnya dipelihara dengan baik, sehingga karier politiknya terus melejit dan berhasil menjadi tokoh yang tiga kali terpilih sebagai anggota DPR RI asal Sulawesi Utara (2004, 2009, dan 2014).

Olly kemudian menjadi sosok fenomenal karena lompatan-lompatan karier politik yang gemilang. Tiga kali dia menjadi anggota dan pimpinan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI yang ikut menentukan arah dan perjalanan negara melalui kajian-kajian penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Perjalanan karier politiknya terus mengalir deras dan disegani baik di internal partai maupun eksternal. Dia dua kali terpilih sebagai Bendahara Umum PDI Perjuangan, dan terakhir dipercayakan sebagai Ketua Fraksi PDI Perjuangan di DPR RI.

Arkian !!! Kejutan terakhir yang  dijalani Olly, ialah, manakala kerier politiknya sedang berada di puncak elite politik nasional, dia hadir mencalonkan diri untuk menjadi Gubernur Sulawesi Utara berpasangan dengan Steven Kandouw.

Putera Desa Kolongan ini menjelaskan, “Saya sebenarnya bukan pulang kampung. Saya sering ada di kampung, di Kolongan,” katanya.

Tentang perbandingan karier politik dan pencalonannya, Olly berpandangan sederhana. “Ini soal orientasi, sesungguhnya mengabdi dan membangun Indonesia tidak harus semua di Jakarta, juga harus dari Sulawesi Utara. Ini implementasi spirit Nawacita (sebuah konsep strategis pembangunan dari Presiden Joko Widodo, yang intinya ‘membangun dari pinggiran’, Red). Saya diutus partai untuk bisa membangun Indonesia dari Sulawesi Utara,” demikian Olly Dondokambey.

Gudang politisi

Merespons wawancara khusus dengan Olly Dondokambey ini, seorang politisi muda juga dari Kolongan, Jemmy Mokolensang, menyatakan: “Sebenarnya, desa ini gudang politisi. Tak cuma pak Eric Samola, Oom Frits, bung Theo Sambuaga dan Olly Dondokambey. Ada sederet lagi yang lain,” ungkapnya.

Jemmy lalu menyebutkan beberapa di antaranya. “Ada Jantje Sambuaga (pernah Ketua DPD PDI Sulut dan anggota Dewan), isterinya Pendeta Mentji Dumais (mantan anggota DPRD Manado), pak Lucky Korah (mantan Pejabat Gubernur Sulut dan Walikota Manado), bung Doktor Jerry Sambuaga yang kini Wakil Sekjen DPP Partai Golkar, pak Doktor Jeffry Wurangian (Politisi Partai Nasdem yang pernah jadi Dirut Bank Sulut dan kini Komisaris BRI), juga saya yang masih aktif di PDI Perjuangan,” papar Jemmy Mokolensang, alumnus FH Unsrat dan menekuni pula dunia kepengacaraan.

Masih dengan nada penuh semangat, dia juga menunjuk dua sosok lainnya, yakni Diana Dondokambey (kini Ketua Komisi III DPRD Sulut) dan Berty Kapoyos, yang terpilih sebagai Ketua DPRD Kabupaten Minahasa Utara (Minut). Demikian seperti dikompilasi dari ‘Manado Post Online’ dan ‘Cahayasiang.com’ serta beberapa sumber. (Tim)

Exit mobile version