BENDERRAnews, 20/1/19 (Jakarta): Untuk menyelesaikan persoalan pelayanan BPJS Kesehatan, Pemerintah telah menggelontorkan dana sebesar Rp10,3 triliun.
Sebagaimana diketahui, salah satu persoalan Badan Penyelengga Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, yaitu, banyaknya rumah sakit yang berhenti memberikan layanan BPJS Kesehatan karena belum dibayar. Dengan pembayaran itu, kondisi BPJS Kesehatan saat ini mulai stabil.
“Memang ada isu BPJS alami goncangan tapi sekarang ini pemerintah baru-baru ini telah menggelontorkan uang yang cukup besar Rp10,3 triliun untuk menutup Desember kemarin,” kata Kepala Kantor Staf Presiden (KSP), Moeldoko di Hotel Kempinski, Jakarta Pusat, Sabtu (19/1/19).
Keuangan BPJS Kesehatan sempat menjalani gangguan dalam beberapa waktu terakhir lantaran banyaknya klaim atau tagihan pasien yang sakit. Di sisi lain, banyak peserta BPJS Kesehatan yang juga terlambat atau tidak membayarkan premi mereka.
Kondisi tersebut cukup membuat BPJS Kesehatan ketar-ketir. Beberapa rumah sakit di tanah air pun memutuskan untuk tidak melayani peserta BPJS lantaran tagihan pasien belum dibayarkan.
Pada awal tahun 2019, BPJS Kesehatan menghentikan kerja sama dengan sejumlah rumah sakit. Namun pemberhentian ini lebih dikarenakan oleh akreditasi rumah sakit yang belum memenuhi syarat.
Naik kelas
Secara terpisah, pihak BPJS Kesehatan menjelaskan aturan bagi peserta yang hendak meningkatkan kelas perawatan lebih tinggi dari haknya, termasuk rawat jalan eksekutif. Namun ada konsekuensi pembayaran selisih biaya yang harus ditanggung oleh peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).
Hal ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Kementerian Kesehatan (Permenkes) Nomor 51 Tahun 2018 tentang Pengenaan Urun Biaya dan Selisih Biaya dalam Program Jaminan Kesehatan. Dalam Permenkes ini tidak melarang peningkatan hak kelas rawat di rumah sakit.
“Peningkatan kelas perawatan tersebut hanya dapat dilakukan satu tingkat lebih tinggi dari kelas yang menjadi hak kelas peserta,” kata Deputi Direksi Bidang Jaminan Pelayanan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan, Budi Mohamad Arief dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, 18 Januari 2019.
Dirinya menambahkan, pembayaran selisih biayanya dapat dilakukan secara mandiri oleh peserta, pemberi kerja, atau melalui asuransi kesehatan tambahan.
Untuk peningkatan kelas rawat inap dari kelas 3 ke kelas 2, dan dari kelas 2 ke kelas 1, peserta harus membayar selisih biaya antara tarif INA CBG’s antar kelas.
Sementara peningkatan kelas rawat inap dari kelas 1 ke kelas di atasnya, seperti VIP, peserta harus membayar selisih biaya paling banyak 75 persen dari tarif INA CBG’s kelas 1.
Sedangkan pada rawat jalan, peserta harus membayar biaya paket pelayanan rawat jalan eksekutif paling banyak Rp400 ribu untuk setiap episode rawat jalan.
“Sama halnya dengan aturan tentang urun biaya, fasilitas kesehatan juga harus memberi informasi kepada peserta atau keluarganya tentang biaya pelayanan yang ditanggung BPJS Kesehatan dan berapa selisih biaya yang harus ditanggung peserta. Baik peserta ataupun keluarganya juga harus menyatakan kesediaannya membayar selisih biaya sebelum mendapatkan pelayanan,” demikian Budi Mohamad Arief, seperti dilansir ‘medcom.id’. (B-MC/jr)
