Jelajah !!! James Riady dan lentera yang menyalakan cita-cita anak bangsa di Kota Ambon (7)

BENDERRAnews, 12/3/19 (Ambon): “Saya ingin menjadi dokter,” kata seorang siswa kelas IX Sekolah Lentera Harapan, Ambon. Rekan-rekannya tertawa menyoraki anak laki-laki hitam manis ini. Namun, dia hanya tersenyum tipis. Dari sorotan matanya terlihat keseriusan. Jawabannya bukan respons asal-asalan.

“Benar mau jadi dokter?” tanya seorang tamu dari Jakarta pagi itu, Rabu (8/2/17) lalu.

“Ya, Pak. Saya mau menjadi dokter,” jawab siswa itu.

“Sudah tahu, apa bakatmu?” sang tamu bertanya lagi.

“Tidak tahu, Pak. Tetapi, saya mau menjadi dokter,” jawabnya dengan nada mantap.

“Apa pun alasan, yang terpenting, kalian sudah punya cita-cita, punya mimpi,” kata James T Riady, CEO Lippo Group, pendiri Yayasan Pendidikan Pelita Harapan (YPPH), yayasan yang mengelola Sekolah Lentera Harapan.

Dengan cita-cita, anak bertumbuh dengan arah yang jelas. Sebaliknya, tanpa cita-cita, seseorang bagai layang-layang putus.

Demikian sekilas cuplikan salah satu kisah penjelajahan James Riady di Bumi Nusantara, yang juga pernah termuat pada laman BeritaSatu.com, Edisi Selasa 14 Februari 2017, dan di Cahayasia.com, 18 Februari 2017.

James dan kerusakan dunia

Reaksi paling riuh saat seorang siswa menyatakan bercita-cita menjadi pendeta. Pada saat dunia mengagumi materi sebagai ukuran kesuksesan, masih ada juga anak di ibu kota Provinsi Maluku ini yang bercita-cita menjadi pendeta.

“Benar, mau menjadi pendeta?” tanya James.

“Ya, Pak,” jawabnya singkat, penuh percaya diri.

Bagi James, maju-mundurnya dunia ini tidak hanya ditentukan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Faktor paling utama dalam kemajuan dunia justru iman.

Disebutkannya, kerusakan dunia dilakukan oleh tangan-tangan yang kurang beriman. Iman yang dimaksudkan ialah kedekatan kita secara pribadi dengan Allah, pencipta semesta alam, dan penyelenggara hidup manusia.

Ia lalu menguraikan, orang yang beriman selalu terdorong untuk melaksanakan perintah Tuhan. “Mereka yang beriman akan tahu diri bahwa Allah itu Mahabesar, sedang manusia hanya debu di hadapan-Nya. Allah itu Mahasuci, sedang manusia adalah makhluk yang berlumuran dosa. Mereka yang beriman menyadari bahwa manusia ada karena Allah. Manusia hidup dan sukses karena Allah. Karena itu, orang beriman akan selalu berpikir, siapa diri mereka, sehingga Allah begitu mengasihinya,” tuturnya.

Kesadaran ini, menurut James, mendorong orang beriman untuk mencintai Tuhan dengan selalu berusaha menghindarkan dan menjauhkan diri dari berbagai hal yang tidak berkenan di hadapan-NYA.

“Pendeta sangat penting, karena tanpa mereka, siapakah yang mengingatkan manusia akan pentingnya iman dan perbuatan yang sesuai iman. Tanpa pendeta, siapa yang mengingatkan manusia, ciptaan Allah tertinggi yang memiliki natur dosa untuk kembali ke jalan yang benar?” tanya James.

Dampak krisis iman

James mengingatkan, krisis politik, masalah sosial, dan kemerosotan ekonomi yang belakangan ini mendera dunia, berpangkal pada krisis iman.

“Ketika iman ditinggalkan, manusia mengalami kemerosotan moral. Manusia saling mencurigai, saling menipu, saling membenci, saling melecehkan, saling membunuh, dan tak lagi menghormati hak-hak dasar sesama,” ujarnya.

James menunjuk juga situasi aktivitas politik dan ekonomi tanpa moral, dan intoleransi.

Juga, berbagai aksi penipuan dan aksi kekerasan, yang disebutnya, semuanya merupakan dampak dari krisis iman.

Pemuda alami disorientasi

Krisis iman juga membuat kaum muda mengalami disorientasi.

Mereka tidak lagi menerima eksistensi manusia yang hanya terdiri dari pria dan wanita.

Cinta dan perkawinan sesama jenis merupakan masalah kemanusiaan yang sangat serius.

Nah, kehadiran pendeta penting untuk meluruskan berbagai pandangan yang salah dari manusia.

Anugerah ratusan talenta

Cinta Allah kepada manusia tak ternilai. Untuk membantu menùsia menggapai kebahagiaan, Tuhan melengkapi manusia dengan 200-300 talenta atau bakat.

Setiap manusia mampu melakukan banyak aktivitas, karena begitu bervariasinya talenta yang diberikan Tuhan.

Tetapi, dari banyaknya talenta itu, hanya ada satu atau dua bakat yang paling menonjol.

“Bakat menonjol itulah yang harus ditemukan dan dikembangkan lewat pendidikan dan latihan,” ungkap James yang dalam ‘penjelajahannya’ di kawasan provinsi seribu pulau di bagian timur Bumi Nusantara ini ditemani sejumlah rekan sehati sepikir untuk memajukan pendidikan di Indonesia.

Pentingnya guru berintegritas

Selain pendeta, James memberikan apresiasi tinggi kepada siswa yang berita-cita menjadi guru.

Sebab, menurutnya, mutu pendidikan tidak ditentukan oleh gedung sekolah yang mentereng dan fasilitas serbakomplet, melainkan visi pendidikan serta kualitas para guru.

“Guru yang baik tidak cukup hanya menguasai bidang ilmu yang menjadi mata pelajaran yang diajarkannya, melainkan juga berintegritas dan memiliki kualitas iman yang teruji,” tegasnya.

Disebutnya lagi, guru yang berintegritas terlihat dari kesehariannya dalam bertingkah laku dan menjalankan pekerjaan. Yakni guru yang berintegritas bertingkah laku dan bekerja dengan serta penuh tanggung jawab.

“Guru yang kami rekrut harus menjadi suri teladan,” ungkap James.

Menjadi pendeta dan guru, kata James, tidak cukup hanya bakat, tetapi juga panggilan. Para siswa mestinya diberikan suasana yang baik untuk merasakan panggilan dan mengembangkan bakatnya.

“Kalau Tuhan sudah memanggil kita untuk menjadi pendeta, kita tak boleh menolak,” katanya.

Pentingnya figur Ayah

Kondisi riil anak didik perlu dipahami dengan baik oleh para guru. Posisi anak dalam keluarga, kata James, memengaruhi juga karakternya.

Ia pun mengingatkan, anak lelaki sulung umumnya tidak berkembang maksimal sesuai talentanya.

“Sekitar 95 persen anak lelaki sulung tidak berkembang maksimal. Hanya lima persen yang berkembang maksimal dan menjadi sangat hebat. Anak laki-laki pertama umumnya dimanjakan kedua orangtuanya yang masih belajar menjadi orangtua. Nah, para guru perlu memberikan perhatian lebih kepada anak lelaki sulung,” pinta James.

Mereka perlu dibantu untuk lebih percaya diri, mengoptimalkan talenta, dan didorong lebih dekat dengan ayahnya. Anak lelaki sulung tak mesti sulung dalam rumah, tetapi lelaki pertama dalam keluarga.

Survei juga menunjukkan, anak laki-laki yang tidak dekat dengan ayahnya tak berkembang optimal.

Tegasnya, figur ayah sangat penting dalam perkembangan psikologi dan wawasan anak laki-laki. Kedekatan dengan ayah membuat anak laki-laki tampil percaya diri. Ayah merupakan mentor yang baik bagi anak untuk memasuki pasar kerja.

Kelas lelaki sulung

James rupanya terkesima juga dengan fakta tentang salah satu kelas di sekolah tersebut yang dikunjunginya.

“Kelas ini cukup mengejutkan karena hampir semua siswa adalah lelaki sulung di rumahnya,” ujar James.

Survei menunjukkan, anak sulung akan menjadi sangat hebat dan menonjol dalam kehidupan sosial jika dekat dengan ayahnya.

Pemilik Lippo Group ini mengimbau para siswa untuk menghormati dan mencintai Ayah dan Ibu. “Sebagai manusia, mereka pasti memiliki kekurangan. Tetapi, menghormati mereka adalah kewajiban sebagaimana termaktub dalam perintah keeempat dari Sepuluh Perintah Allah,” demikian James.

Dalam percakapan dengan para guru, James mengingatkan prinsip dasar pendidikan dan pandangan yang tepat tentang anak. Pandangan yang salah tentang anak membuat pendidikan salah arah.

“Anak itu milik siapa? Di negara komunis, anak adalah milik negara. Di Indonesia, ada bermacam-macam pandangan. Ada yang mengatakan anak adalah milik orangtua. Ada yang mengatakan anak adalah milik masyarakat,” jelas James.

“Yang benar, anak adalah milik Tuhan,” tegas James.

Pandangan ini membawa konsekuensi luas. Pertama, karena anak merupakan  milik Tuhan, orangtua dan guru sebagai pendidik wajib menghormati hak asasi anak didik.

Kedua, anak-anak wajib dididik sesuai kehendak Allah. “Yakni mengembangkan bakat mereka, membimbing mereka menjadi manusia beriman, berintegritas, kreatif, kritis, dan mandiri. Anak didik dibimbing dengan keteladanan agar kelak menjadi manusia yang bermanfaat bagi sesama,” ujar James.

Mendapat tempat di hati masyarakat

Terletak di Jalan Dr Siwabessy, Kelurahan Wainitu, Nusaniwe, Ambon, Maluku, Sekolah Lentera Harapan (SLH), kata Zenas Siahaya, kepala sekolah, cukup mendapat tempat di hati masyarakat.

Itu terlihat dari jumlah siswa yang terus meningkat. Murid SD saat ini mencapai 337 orang. Sedang murid SMP dan SMA, masing-masing, 209 dan 141. Para murid berasal dari berbagai strata sosial. Ada siswa dari keluarga petani, buruh, pekerja, profesional, pedagang, pengusaha, dan pegawai negeri sipil.

Selain visi yang jelas, SLH memiliki tenaga pendidik terlatih.

Di SLH Ambon terdapat 48 guru, di antaranya 45 guru lulusan Universitas Pelita Harapan (UPH). Mereka dididik di Teachers College (TC) UPH, selama empat tahun, tinggal di asrama, dan semuanya dibiayai (gratis) Yayasan Pendidikan Pelita Harapan (YPPH).

Biaya pendidikan per mahasiswa ikatan dinas Rp240 juta. Para calon mahasiswa TC UPH berasal dari berbagai wilayah Indonesia, kota maupun desa.

Sesudah menyelesaikan pendidikan guru, mereka menjalani ikatan dinas selama lima tahun di SLH yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Mereka dipersilakan memilih tempat mengajar, di Jawa atau di luar Jawa, di wilayah barat atau timur Indonesia.

“Saya dari Lampung, tetapi memang saya punya cita-cita sejak remaja untuk mengabdi di Indonesia bagian timur,” kata seorang guru wanita di SLH Ambon.

Para guru lulusan TC UPH memiliki keunggulan kompetensi, keterampilan, karakter, dan kemampuan adaptasi dengan masyarakat. Kurikulum di TC membentuk mereka menjadi pribadi yang komplet dengan kemampuan holistik.

Di atas itu semua, demikian James, para guru sudah dididik untuk memiliki kemampuan membangun hubungan pribadi yang intens dengan Tuhan.

Dirancang bantu masyarakat miskin

Itu sebabnya, SLH di Ambon dan berbagai daerah mampu menarik minat orangtua murid dari berbagai strata sosial.

Padahal, SLH dirancang untuk membantu masyarakat miskin dan menengah bawah.

Dana untuk mengembangkan SLH, antara lain, berasal dari corporate sosial responsiblity (CSR) perusahaan-perusahaan Lippo Group. Biaya pendidikan d SLH diupayakan bisa dijangkau masyarakat tidak mampu.

Hingga akhir 2016, TC UPH sudah menghasilkan 563 guru dan kini tersebar di SLH yang ada di berbagai wilayah Indonesia. Umumnya mereka tetap bekerja di SLH setelah ikatan dinas selesai. Salah satu harapan utama mereka ialah melanjutkan pendidikan ke jenjang S-2.

Selain SLH, YPPH juga mengembangkan Sekolah Dian Harapan (SDH). Pengajaran di taman kanak-kanak (TK) dan sekolah dasar menggunakan dwibahasa, Indonesia dan Inggris.

Sedangkan di kota-kota besar, YPPH memiliki Sekolah Pelita Harapan (SPH), sebuah sekolah internasional dengan kurikulum internasional.

SDH dan SLH menerapkan kurikulum nasional.

Hadir di Bumi Nusantara

Mulai beroperasi tahun 1995 di Lampung, saat ini, SLH sudah hadir di 16 kota di Indonesia, yakni di Nias, Medan, Lampung, Jakarta, Tangerang, Toraja, Palopo, Kupang, Papua, Tomohon, Mamit, Balige, Kurubaga, Sangihe, Labuan Bajo, dan Ambon. Nanti akan lebih menyebar ke berbagai pelosok daerah di Bumi Nusantara tercinta ini.

YPPH didirikan almarhum Yohanes Oentoro dan James T Riady.

Sejak awal, keduanya bertekad untuk membangun 1.000 SLH bagi masyarakat tidak mampu dengan tujuan membantu masyarakat tidak mampu.

Uang sekolah ditetapkan relatif rendah, agar terjangkau masyarakat bawah.

Bahkan, mereka yang benar-benar tidak mampu, diberikan beasiswa (sekolah secara gratis).

Pendidikan merupakan eskalator menuju taraf hidup yang lebih baik. Mobilitàs vertikal hanya dimungkinkan oleh pendidikan.

“Oleh karena itu, lentera perlu dinyalakan untuk membantu masyarakat kurang mampu. Sekolah Lentera Harapan akan terus dikembangkan ke seluruh pelosok Tanah Air untuk membantu menyalakan cita-cita anak bangsa”, demikian benang merah visi James Riady, seperti terungkap pada tulisan Primus Dorimulu di BeritaSatu.com dan dirangkum serta lagi oleh Tim BENDERRAnews & SOLUSSInews untuk Cahayasiang.com. (Tim)

Exit mobile version