Ahaii !!! Drama Partai Demokrat, M Qodari: Presiden Joko Widodo pemenangnya; Kubu Moeldoko: SBY dan AHY harus minta maaf karena seret nama Jokowi, plus cium tangan Megawati

B3NDERRAnews.com, 4/4/21 (Jakarta): Episode sinetron atau drama seputar Partai Demokrat nampaknya masih belum berakhir.

Direktur Eksekutif Indo Barometer, M Qodari pun setuju dengan pendapat Ketua Umum ‘Jokowi Mania’ (Joman), Immanuel Ebenezer, yakni, sudah seharusnya Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) meminta maaf secara terbuka kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Permintaan maaf itu harus dilakukan karena telah membangun kesan, istana berada di balik kudeta di Partai Demokrat. “Konstruksi kesan itu dimulai dengan pengiriman surat ke istana oleh AHY,” kata Qodari, Minggu (4/4/21).

Penolakan terhadap pendaftaran KLB di Kementerian Hukum dan HAM merupakan bukti dari analisis Qodari yang telah disampaikan sejak awal, dimana masalah di Demokrat berpusat pada problem internal partai dan bukan intervensi dari luar apalagi istana.

“Masalah utama atau apinya ada di dalam. Pengurus KLB yang menjemput Moeldoko, bukan Moeldoko yang datang ke pengurus KLB,” ungkap Qodari.

Disebut Qodari, pemenang sesungguhnya dalam drama Partai Demokrat ialah Presiden Jokowi. Bukan SBY atau AHY. “Karena dengan penolakan Kemkumham tersebut, Jokowi telah lepas dari cap atau tudingan pemecah Partai Demokrat,” tambahnya.

Sementara citra SBY, kata Qodari, telah luntur pasca drama Partai Demokrat. Sebab aneka masalah Demokrat telah terungkap. Khususnya tentang minimnya demokrasi di internal Demokrat.

“Dulu pernah terbit biografi berjudul “SBY Sang Demokrat”. Buku ini luntur karena kan sekarang terungkap bahwa AD/ART nya Partai Demokrat banyak masalah dan kurang demokratis”, ujar Qodari.

Selanjutnya Qodari mengimbau agar SBY mengadakan perubahan besar di AD/ART sehingga lebih demokratis. Perubahan tersebut lewat Kongres Luar Biasa (KLB) yang dimintakan oleh SBY. “SBY akan kembali menjadi sang demokrat bila beliau melakukan perubahan AD/ART ini,” demikian Qodari.

Berhutang permintaan maaf

Sebelumnya, Ketua Umum Joman, Immanuel Ebenezer meminta AHY dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak jemawa dulu terkait ditolaknya pengesahan pengurus Partai Demokrat versi KLB Deli Serdang.

Dengan ditolaknya Demokrat versi Moeldoko, Joman menilai, AHY dan SBY berhutang permintaan maaf kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).

“Malu dan harusnya minta maaf. Sudah teriak-teriak ke sana kemari. Tuduh dan main fitnah akhirnya semua terang benderang ketika pemerintah menyatakan Partai Demokrat versi KLB tidak bisa disahkan,” kata Ketua Joman Immanuel Ebenezer, Kamis (1/4/21).

Noel menyatakan, dalam konflik internal Demokrat, Jokowi tegas, sikapnya tidak memihak ke kubu manapun, tak seperti yang dituduhkan AHY beserta loyalisnya. “Semua tuduhan yang dilayangkan AHY serta loyalis-loyalisnya jelas salah alamat,” ujar dia.

Di samping itu, Noel juga menyoroti pola lama yang dibangun SBY. Menurutnya, pola lama itu guna mencari popularitas dan simpati masyarakat yang dianggap sudah tidak menarik lagi untuk mencuri perhatian.

Minta maaf ke Jokowi

Sementara itu, Partai Demokrat pimpinan Moeldoko meminta Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) meminta maaf kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait tuduhan terbentuknya Demokrat hasil KLB Deli Serdang, merupakan hasil campur tangan pemerintah.

Hal itu dikatakan Juru Bicara Partai Demokrat hasil KLB, Muhammad Rahmad, dalam keterangan persnya, Jumat (2/4/21). Kata dia, Demokrat Moeldoko menghormati keputusan yang diambil oleh pemerintah terkait kepengurusan Partai Demokrat.

Dengan demikian, lanjut Rahmad, membuktikan, tidak ada sama sekali intervensi pemerintah dalam persoalan internal Partai Demokrat. Ini juga membuktikan Moeldoko telah difitnah oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, dan telah menuduh pemerintah berada di belakang Moeldoko.

Rahmad meminta agar dalam berpolitik cara yang cerdas, bersih, dan santun. Bukan cara cara liar dan menebar kebohongan dan fitnah kepada masyarakat.

“Sebagai hamba yang beriman, dan menjelang puasa Ramadan, mudah-mudahan SBY dan AHY menyampaikan permohonan maaf kepada Bapak Presiden Jokowi, pemerintah, dan kepada Bapak Moeldoko, karena telah menuduh macam-macam,” tambahnya.

Terkait ditolaknya mekanisme partai Demokrat hasil KLB oleh Kemkumham, Rahmad menilai, hal itu baru langkah awal. Ikhtiar dan perjalanan demokrasi masih panjang. Langkah berikutnya ialah melalui peradilan.

Mekanisme hukum akan tempuh untuk mendapatkan keadilan sekaligus mengembalikan marwah Partai Demokrat sebagai partai modern, terbuka dan demokratis, menjadi rumah besar bagi seluruh rakyat Indonesia.

“Mari supremasi hukum kita junjung tinggi bersama sama. Ini juga membuktikan kepada semua pihak bahwa Bapak Moeldoko taat hukum, tidak pernah menyalah gunakan jabatan sebagaimana yang dituduhkan oleh pihak pihak yang tidak bertanggung jawab,” katanya.

Cium tangan Megawati

Selain itu, ada juga yang mengatakan, Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat (PD) Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) perlu meminta maaf kepada Presiden kelima Megawati Soekarnoputri. Selain itu juga kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), pendiri PD Subur Budi Santoso, serta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly.

Susilo Bambang Yudhoyono. (Foto: BeritaSatu.com)

Demikian disampaikan Ketua DPP PD kubu Moeldoko, Saiful Huda Ems di Jakarta, Jumat (2/4/21). Disebut Saiful, SBY memiliki riwayat panjang kebohongan serta tuduhan kepada orang-orang tersebut.

“Sudah sepantasnya SBY mendatangi satu persatu orang-orang yang pernah dibohongi dan dituduh-tuduhnya tanpa bukti. Itu bisa dimulai SBY dengan mendatangi dan mencium tangan Ibu Megawati Soekarno Putri, Prof Subur Budi Santoso, Pak Joko Widodo, dan Pak Yasonna Laoly,” kata Saiful.

Saiful menuturkan, berdasarkan dokumentasi dari media, pada 28 Juli 2003, SBY saat itu masih menjadi Menko Polkam, era Megawati. Saiful menjelaskan, SBY pernah menyatakan di hadapan Megawati, sama sekali tidak terlibat dalam pendirian PD. Namun, menurut Saiful, sesuai AD/ART PD hasil Kongres V, SBY tercantum sebagai pendiri, bersama Ventje Rumangkang.

“Pernyataan SBY yang seperti itu, bukan hanya membohongi Presiden Megawati Soekarnoputri, melainkan pula telah membohongi rakyat dan seluruh kader Partai Demokrat pada khususnya,” ujar Saiful.

Saiful menyatakan nama Subur Budi Santoso yang masih hidup justru tidak dimasukkan. Padahal, menurut Saiful, Subur berada di nomor urut pertama pendiri dan deklarator sesuai dengan akta notaris sejarah berdirinya PD. Subur pula yang menjadi Ketua Umum pertama PD, dan mengantarkan SBY ke KPU, termasuk menandatangani pengajuannya sebagai calon presiden.

“Menghilangkan nama dan jasa Prof Subur berarti SBY berkhianat pada perjuangan orang-orang yang berjasa padanya, dan berjasa pada Partai Demokrat yang telah didirikan dan dideklarasikannya,” kata Saiful.

Sebelum adanya keputusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemkumham) yang menolak pengesahan kongres luar biasa (KLB), menurut Saiful, SBY berulang kali menuduh pemerintahan Jokowi berada di balik rekayasa keributan internal PD. Saiful menambahkan, SBY dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengolok-olok pemerintahan Jokowi sebagai pembegal demokrasi.

“Anehnya seperti tak tahu malu, setelah Kemkumham menolak pengesahan KLB, SBY dan AHY memuji-muji setinggi langit Presiden Jokowi dan Menteri Yasonna. Namun nampak hanya basa-basi karena tidak disertai permintaan maaf,” kata Saiful.

“Atas dasar semua itu, kami berpikir dan menyerukan agar SBY dan anak-anaknya segera mendatangi Presiden Jokowi, mendatangi Ibu Megawati, Prof Subur, Pak Yasonna dan lain-lain untuk meminta maaf dan mencium tangannya,” tambah Saiful.

Meminta maaf dan mencium tangan orang yang pernah dizalimi, menurutnya, merupakan suatu tradisi baik serta perlu dilestarikan.

“Pak Jokowi saja yang tidak bersalah apa-apa selalu menundukkan wajahnya di hadapan SBY dan para sesepuh tokoh negara, masak Pak SBY yang berlumuran dosa tidak mau meminta maaf dan mencium tangan Pak Jokowi yang kami sebut di atas?,” tanya Saiful.

Saiful pun mengingatkan para loyalis PD agar berhenti mendukung SBY dan AHY sebelum menjadi korban pengkhianatan berikutnya.

“Kita semua sudah belajar bagaimana orang-orang dekat SBY yang baik dan dahulu berkorban untuk menyukseskan Pak SBY dan Partai Demokrat pada akhirnya dikorbankan semua, dikhianati semua jerih payah keringat-keringat perjuangan dan harta bendanya,” kata Saiful Huda Ems. (B-BS/jr)

Exit mobile version