Respons !!! Termotivasi penyelewengan merek, UPH bedah buku ‘BadFaith’ karya Dr Henry Soelistiyo

BENDERRAnews, 10/5/18 (Jakarta): Aksi penyelewengan merek mendapat respons kritis pihak Pascasarjana UPH.

Ya, mereka pun sintak menggelar Bedah Buku ‘BadFaith’ dalam Hukum Merek, karya Dr Henry Soelistyo, SH, LLM, yang berlangsung Selasa (24/4/18) laku di Kampus UPH Pascasarjana, Plaza Semanggi, Jakarta.

Di situ terungkap dengan gamblang, lahirnya buku ini merupakan respon dari kepedulian terhadap ‘penyelewengan’ pendaftaran merek yang terjadi.

“Lebih dari itu, keterlibatannya dalam penyusunan Rencana Undang-Undang (RUU) Merek pada awal 1990-an, menjadi awal sebuah panggilan bagi saya selaku Ketua Magister Hukum dan Doktor Hukum Universitas Pelita Harapan (UPH) untuk membahas fenomena ini,” ungkap doktor Henry seperti dirilis Staf PR UPH kepada redaksi.

Tidak hanya itu, Henry juga menambahkan dua alasan lainnya ia mengeksplor tema tersebut.

Pertama, adanya keterlibatannya dalam diskusi ilmiah dan beragam seminar akademik, sehingga ia semakin mendapatkan feedback mengenai peliknya fenomena Bad Faith ini.

Kemudian kedua, pengalaman empiriknya sebagai saksi ahli dalam pengadilan terkait Hak Kekayaan Intelektual (HKI).

“Setiap diskusi memunculkan kesulitan untuk mengerucutkan permasalahan tentang cara pembuktian ada atau tidaknya itikad baik dalam permohonan pendaftaran merek. Dengan kata lain, sama tidak mudahnya menafasirkan itikad buruk dalam hal tersebut, sehingga selalu muncul berbagai manifestasi yang perlu interpretasi,” jelas Henry.

‘BadFaith’ itu buruk

Henry dalam bedah buku ini juga menekankan, dalam situasi apa pun, konsep bad faith tetaplah buruk.

“Isu menjengkelkan ini membuat saya menjadi berani mengeksplor tema tersebut dengan judul yang provokatif juga. Keterlibatan saya dalam proses pembahasaan RUU Merek mengajarkan saya bahwa perumusan itikad baik atau buruk merupakan hal yang tidak sederhana. Selain itu, dalil-dalil pembuktian dalam persidangan terkait perkara mereka itu menjadi gagasan utama pembahasan buku ini,” papar Henry.

Dalam bedah buku ini, selalin memaparkan latar belakangnya menulis buku ini, Henry menyajikan beberapa pembahasan lainnya, salah satunya pembahasan Bad Faith dalam registrasi sistem.

Pada bagian ini ia menekankan bahwa kantor merek harus menjadi filter terdepan dalam pengukuhan merek. Ia juga menjelaskan persyaratan, dan prosedur yang harus dipenuhi pemohon.

Perlindungan kekayaan intelektual

Merespons kegiatan bedah buku ini, Rektor UPH, Dr (Hon) Jonathan L Parapak, MEng,Sc, menyatakan, kehadiran buku ini penting bagi Indonesia.

“Perlindungan hak atas kekayaan intelektual dewasa ini begitu penting terlebih di era teknologi informasi yang berkembang luas. Ini juga menjadi pembahasan dalam Kemenristekdikti yang saya hadiri pekan lalu, yang membahas rencana akan dikembangkannya cyber institution. Pembahasan ini tentunya juga sangat penting bagi dunia akademik,” ungkap Rektor.

Hal ini juga sejalan dengan Dr Cita Citra Winda, dari Asosiasi Konsultan Hak Kekayaan intelektual Indonesia AKHKI) yang menyatakan rasa bangganya pada teman seperjuangannya.

“Saya mengapresiasi dan bangga pada Henry sebagai teman seperjuagan yang sudah mengeksplorasi motif itikad buruk dalam pendaftaran dan kepemilikikan mereka secara menyeluruh dan mendalam dan dilengkapi dengan studi kasus yang relevan. Tentunya buku ini benar dapat memperkaya pembahasan mengenai hukum kekayaan intelektual, dan mampu menjadi topik pembahasan bagi dunia akademisi maupun hukum, khususnya bagi praktisi hukum HKI dalam penyusunan legal opinion maupun advise,” tutur Dr Cita.

Melalui acara bedah hukum, UPH berharap agar para peserta yang datang dari beragam kalangan seperti mahasiswa, praktisi, dosen, dan publik semakin dibekali wawasanya terkait hukum kekayaan intelektual, dan bermanfaat baik secara akademik maupun profesional.

Selain bedah buku milik Henry, dalam kesempatan ini juga telah berlangsung penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) kerja sama antara Program Pasca Sarjana Hukum UPH dengan institusi hukum pemerintahan, asosiasi, dan profesional.

Dilaporkan, total ada 16 MoU yang resmi ditandatangani Pascasarjana Hukum UPH, 10 berlangsung dalam kesempatan sama. Sedabg enam terpisah di waktu yang lain. Demikian Staf PR UPH merilis. (B-MT/jr)

Exit mobile version