Rusuh !!! Mako Brimob diguncang teror, Ahok aman

BENDERRAnews, 10/5/18 (Jakarta): Kini berakhir sudah krisis di Rutan Rutan Mako Brimob, Depok, setelah 36 jam penyanderaan terjadi. Sebanyak 155 napi teroris tengah dalam proses pemindahan ke Nusakambangan dan sisanya diketahui aman.

“Napi 156 dan satu tewas jadi 155. Sudah dipindah. Saat ini dalam perjalanan ke Nusa Kambangan. Dalam insiden ini tentunya ada perbuatan melawan hukum terkait hilangnya nyawa. Nanti tim akan konstruksikan pasalnya,” kata Karo Penmas Polri Brigjen M Iqbal di Direktorat Satwa, Depok, Kamis (10/5/18).

Untuk tahanan lain, Iqbal menambahkan, saat ini masih aman di dalam sel masing-masing, termasuk mantan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

“Mereka tidak kena dampak karena beda blok. Blok napi teroris di blok yang beda. Yang lain ada di belakang, samping. Jadi tidak dijadiin satu. Insyaallah aman,” tambahnya.

Dikirim ke Nusakambangan

Ya, sebanyak 155 napi dan tahanan kasus terorisme yang rusuh dari Rutan Mako Brimob dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) Nusakambangan. Namun bukan berarti mereka tidak diproses hukum buntut tewasnya lima orang anggota Densus itu.

“Indonesia itu negara hukum, semua berujung ke penegakan hukum. Semua pelanggaran hukum itu ujungnya di pengadilan,” kata Wakapolri Komjen Syafruddin di Mako Brimob, Kamis (10/5/18).

Sementara lima anggota Polri yang gugur dalam peristiwa ini mendapat kenaikan pangkat satu tingkat. Mereka yang gugur itu adalah Iptu Yudi Rospuji Siswanto, Aipda Denny Setiadi, Brigpol Fandy Setyo Nugroho, Briptu Syukron Fadhli, dan Briptu Wahyu Catur Pamungkas.

Mereka yang gugur dengan cara sadis, karena dibacok dan ditembak itu, dinaikkan pangkat setingkat lebih tinggi karena dedikasi dan jasanya.

Teroris ancaman laten

Sementara itu, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Budi Gunawan mengatakan, kerusuhan yang terjadi di rumah tahanan (rutan) Mako Brimob secara teritorial adalah kerusuhan domestik dalam lingkup yang bisa dikendalikan dan tidak menimbulkan gangguan stabilitas keamanan nasional. Namun, perlawanan narapidana dan tahanan tersangka terorisme tersebut mengirimkan pesan nyata bahwa terorisme adalah ancaman laten yang terus terjadi dan menuntut kerjas ama semua pihak untuk menanganinya secara tegas dan tuntas.

“BIN mengutuk keras tindakan pembunuhan secara keji dan sadis terhadap lima anggota Polri dan penganiayaan kepada empat orang lainnya yang dilakukan oleh sejumlah narapidana teroris di Rutan Mako Brimob. Tindakan para napi terorisme tersebut sangat biadab dan sudah di luar batas-batas kemanusiaan, sehingga mereka harus dituntut dan diadili berdasarkan hukum yang berlaku,” ujar Kepala BIN di Jakarta, Kamis (10/5/18).

Kepala BIN juga menyatakan turut berduka cita dan berbela sungkawa yang sedalam-dalamnya atas gugurnya lima orang syuhada prajurit Polri. “Saya juga menyampaikan apresiasi dan penghargaan setinggi-tingginya kepada segenap anggota Polri yang telah menyelesaikan tugas operasi penanggulangan terorisme sehingga situasi dapat terkendali,” katanya.

Budi juga mengingatkan kepada semua pihak untuk meningkatkan kewaspadaan sebagai bagian dari cara efektif memperkuat ketahanan nasional. Banyak narapidana atau teroris yang meninggal dalam penyergapan lahir dari cara berpikir dan cara pandang intoleran. Dari intoleransi yang dibiarkan itu tumbuh tindakan-tindakan radikal dan berujung pada terorisme. Oleh karenanya, seluruh lapisan masyarakat jangan memberikan ruang sekecil apa pun bagi menguatnya intoleransi.

BIN mengajak semua pihak untuk tidak mudah mempercayai informasi yang beredar dan diragukan validitasnya, terutama berita bohong, terkait kejadian ini, kecuali yang bersumber dari otoritas pemerintah dan aparat yang bertanggung jawab dalam penanganan terorisme.

Demi menjaga ketahanan sosial bangsa Indonesia, ujar Kepala BIN, peristiwa di Mako Brimob itu jangan dipolitisasi untuk tujuan-tujuan politik pragmatis. Hal itu justru dapat memperkuat kelompok-kelompok intoleran, radikal, dan teroris. “Mari sama-sama kita lawan segala bentuk tindakan terorisme untuk Indonesia yang damai, aman, dan sejahtera,” ujarnya.

Sempat rakit bom

Selanjutnya, Wakapolri Komjen Syafruddin menyatakan, operasi penindakan di Rumah Tahanan (Rutan) Markas Korps Brigade Mobil (Brimob) Cabang Salemba di Kelapa Dua, Depok, yang rusuh selama 36 jam sejak Selasa (8/5/18) resmi berakhir.

“Operasi penanggulangan dan pembebasan dari napi teroris sudah selesai aman dan terkendali. Seluruh napi teroris sejumlah 156 orang menyerahkan diri. Ini operasi penanggulangan dengan soft approach. Saya tekankan ini bukan karena negosiasi,” kata Wakapolri Komjen Syafruddin di Mako Brimob, Kamis (10/5/18).

Polri, lanjut Syafruddin, berterima kasih pada rakyat Indonesia yang memberikan dukungan, doa, pikiran, dan tenaga serta support yang memengalir sejak kejadian pertama pada Selasa sore kemarin

“Operasi dilakukan dengan lunak dan berhasil baik sampai finis. Semua menyerahkan diri dan semua dievakuasi dengan baik ini karena kecermatan dukungan dan keikhlasan seluruh tim yang terlibat,” tambahnya.

Soal ledakan yang terdengar, itu merupakan proses sterilisasi dan finalisasi. Ternyata selama 24 jam menyandera, mereka juga melakukan perakitan bom. Bom yang dirakit itu dijinakkan dengan cara diledakkan.

Pembersihan lokasi dipimpin oleh Dankor Brimob dan Kapolda Metro Jaya.

Tindakan represif diperlukan

Secara terpisah, Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor, Yaqut Cholil Qoumas meminta aparat segera bertindak tegas mengakhiri kasus penguasaan di Mako Brimob yang sudah berlangsung berjam-jam. Bahkan, polisi mengakui Mako Brimob dikuasi oleh napi teroris.

 

“Aparat harus ambil tindakan tegas sesegera mungkin. Negosiasi baik, tetapi kalau memang sudah bisa diprediksi akan buntu, dan dibutuhkan tindakan represif, lakukan saja. Toh, tidak ada jaminan juga korban tidak akan bertambah,” kata Gus Yaqut di Jakarta, Kamis (10/5/18).

Pertimbangan Gus Yaqut agar polisi melakukan tindakan represif karena para narapidana terorisme (napiter) masih menguasai Mako Brimob. Kasus penguasaan dan pembangkangan para napiter ini, kata dia merupakan kasus serius yang tidak bisa ditangani biasa saja.

“Dampaknya sangat luar biasa. Para napiter memiliki modal sangat cukup untuk alat bargaining (tawar menawar),” tandas dia.

Selain itu, kata Gus Yaqut, napi teroris memiliki alat komunikasi sehingga mereka bisa berhubungan dengan dunia luar. Para napi teroris, menurut dia, seolah di atas angin atas kasus ini dan kita tidak ingin jadi bahan olok-olok karena kalah mengatasi tekanan para teroris.

“Jadi kalau menurut saya, mengutip John F Kennedy, mantan Presiden AS, ‘selalu ada risiko dan biaya. Tapi jumlahnya jauh lebih sedikit daripada tidak melakukan apa-apa’. Saya minta aparat untuk mempertimbangkan betul langkah taktis tersebut. Ayo bersatu melawan teroris,” pungkas Gus Yaqut, seperti dilansir dari ‘BeritaSatu.com’.

Exit mobile version